Senin, 07 Juni 2021

Stop Intervensi Komnas HAM, Pimpinan KPK Sudah Melaksanakan Perintah UU

JAKARTA, WartaHukum.Com – Sebelumnya, 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK mengadu ke Komnas HAM pada 24 Mei 2021. Atas aduan tersebut, Komnas HAM berencana akan memanggil Ketua KPK pada pekan ini. 

Ketua KPK dan kepala BKN akan dimintai keterangan mengenai laporan atas penyelenggaraan TWK yang berujung pada pemberhentian 51 pegawai komisi anti korupsi.

Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Pemuda Pemerhati Indonesia (LPPI), Dedi Siregar mengatakan, apa yang telah dilaporkan oleh 75 eks pegawai KPK yang tidak lolos TWK ke Komnas HAM sarat dengan unsur rekayasa, kebohongan dan propaganda.

“Kami yakin bahwa pimpinan KPK tidak terlibat teknis dalam proses seleksi calon ASN di KPK, dan sangat tidak mungkin proses seleksi ASN di KPK dilakukan dengan adanya campur tangan dari pimpinan KPK dalam melakukan seleksi. Kita ketahui bersama bahwa yang melaksanakan proses seleksi dan melakukan tes calon pegawai KPK adalah Badan Kepegawaian Nasional (BKN),” kata Dedi Siregar dalam siaran persnya, Senin, 07 Juni 2021.

Menurut Dedi, proses seleksi yang dilakukan oleh BKN dalam merekrut pegawai KPK menjadi ASN bukan berdasarkan faktor suka atau tidak suka, tapi melainkan faktor tes wawasan kebangsaan yang sudah baku berlaku umum dalam setiap perekrutan calon ASN di setiap lembaga negara dan kementrian. 

Belakangan pimpinan KPK bersama sejumlah petinggi rapat di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan memutuskan 51 dari total 75 pegawai tak bisa lagi bekerja di KPK. Sementara 24 pegawai lainnya diberi kesempatan dengan syarat menjalani pembinaan.

“Maka dari itu kami yang tergabung dari DPP LPPI menyampaikan kepeda Komnas HAM agar tidak melakukan campur tangan dan intervensi terhadap proses seleksi calon pegawai KPK serta Komnas HAM tidak punya wewenang untuk memanggil Ketua KPK karena proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN merupakan perintah Undang-Undang. Pimpinan KPK sudah jelas melaksanakan perintah UU. Sudah seharusnya Komnas HAM menghargai dan menghormati hak lembaga KPK dalam menjalankan aturannya dalam proses rekrutmen calon pegawainya,” pungkasnya. 

“Selain itu, kami meminta Komnas HAM jangan mau terjebak dalam propaganda yang dibangun oleh eks pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Komnas HAM tidak perlu memberikan tekanan kepada pimpinan KPK dengan membangun opini yang tendensius dan tak jelas mengaitkan proses seleksi ini menjadi kasus pelanggaran HAM,” sambungnya.

Dedi menjelaskan, kewenangan Komnas HAM menurut UU Nomor 26 Tahun 2000 hanya terbatas kepada pelanggaran HAM berat yang berupa crime again humanity dan gonoside.

“Oleh sebab itu, terlalu jauh, Komas HAM tidak punya hak untuk memanggil Ketua KPK. Kami mengingatkan dengan penuh kesadaran, bahwa masalah rekrutemen calon ASN di KPK itu adalah perintah perihal alih status pegawai KPK menjadi ASN itu merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang adalah revisi UU KPK. Pasal 1 ayat 6 UU 19 Tahun 2019, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantas menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN). PP itu sebagai aturan turunan dari UU KPK yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Juli 2020,” jelasnya.

“Komnas HAM jangan terjebak hoax, dengan melakukan intervensi proses alih status pegawai KPK menjadi ASN. Masih banyak isu HAM yang tidak berhasil diselesaikan oleh Komnas HAM. Oleh karena itu, stop Intervensi yang dilakukan oleh Komnas HAM dalam persoalan alih status ASN di KPK,” pungkasnya. 

“Komnas HAM sebagai lembaga negara harusnya mendukung tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam merekrut setiap calon ASN yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan NKRI. Sebab jika tidak dilakukan TWK kepada setiap ASN maka Indonesia akan terancam  paham dari luar yang liberal, radikalis, ekstimis,” tutupnya. (*/red)

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Tulis komentar

Berita Terbaru

Back to Top