Jakarta, WartaHukum.com - Pengadilan Negeri Jakarta Utara kembali menggelar persidangan kasus Pembunuhan bos Pelayaran atas nama Sugianto selaku korban dengan agenda Putusan, pada Selasa (06/7/2021)
Adapun Majelis yang mengadili terdakwa H. Dedi adalah : Taufan Mandala, S.H., M.Hum, Agus Dharwanta, S.H, Sritopo, S.H sedangkan Jaksa Erma Oktora, S.H
dalam persidangan itu Majelis hakim menjatuhkan putusan hanya 10 tahun penjara terhadap H. Dedi. sangat jauh dari tuntutan jaksa.
"Diketahui sebelumnya JPU menuntut terdakwa dengan tuntutan 18 Tahun penjara. sedangkan vonisnya hanya 10 tahun penjara. artinya hakim memvonis perkara tersebut di bawah 2/3 dari tuntutan JPU.
memperhatikan vonis yang tak wajar itu seorang pemerhati Kebijakan Hukum dan Publik, Hafidz Halim, S.H mengomentari putusan dalam perkara a qou.
"Melihat putusan pidana penjaranya yang kurang dari 2/3 tuntutan, sesuai dengan Standar Operation Procedure (SOP), tentu sangat mencoreng rasa keadilan dan tidak memberi kepastian hukum" jelas Halim.
Halim juga menjelaskan Majelis hakim bukanlah sekadar corong undang-undang (la bouche de la loi). Hakim juga menjadi pemberi makna melalui penemuan hukum atau konstruksi hukum. Dalam menegakkan hukum, hakim harus berusaha membuat putusannya adil dan berkeadilan. Dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Sangat jelas disini telah terjadi ketidakadilan didalam memutus perkara (disparitas hukum), ada apa dengan majelis hakim yang mengadili perkara tersebut sehingga memvonis perkara dibawah 2/3 dari tuntutan Jaksa ? tentu hal ini sangat disparitas
Saat dimintai tanggapannya oleh awak media via pesan WhatsApp seorang ahli hukum pidana, Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara, Dr(c). Anggreany Haryani Putri, S.H., M.H. berpendapat Dalam buku Sentencing and Criminal Justice (2005: 72), Andrew Ashworth mengatakan disparitas putusan tak bisa dilepaskan dari diskresi hakim menjatuhkan hukuman dalam suatu perkara pidana.
"Dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak boleh diintervensi pihak manapun. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat" cetusnya.
Dr(c). Anggreany Haryani Putri, S.H., M. H lebih lanjut menerangkan Hakim juga wajib mempertimbangkan sifat baik dan jahat pada diri terdakwa, meskipun disparitas masih dikenal namun, hal ini menjadi sebuah hal yang seharusnya dihindari terlebih terhadap perkara pidana karena bertentangan dengan nilai keadilan. memperhatikan dengan vonis yang dibawah 2/3 dari tuntutan Jaksa, maka sudah seharusnya JPU sikap untuk untuk melakukan upaya Banding, ini demi kepastian Hukum dan menjaga Marwah _Adhiyaksa_ " tutup Dekan Universitas Bhayangkara.
(Red)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar