Rabu, 08 September 2021

Begini Alasan Tanah Wakaf Di Desa Besani Dialihfungsikan

 



Wonosobo, WartaHukum.com - Desas desus tanah wakaf seluas 176 m2, dari Kimah warga Dusun Besani, Desa Besani, Kecamatan Leksono, yang dahulunya dibangun Mushola Al Amin oleh warga, pada tahun 1993 di RT. 05 RW. 01 dan telah bersertifikat wakaf dengan No. 594,  namun menurut isu yang berkembang hingga pemberitaan di salah satu media dikabarkan dijual oleh oknum perangkat desa dan tokoh agama setempat kepada warga Desa Besani pada tahun 2016.


Awak media WartaHukum.com mencoba ke Balai Desa Besani untuk menemui Kades Besani namun tidak ada ditempat karena ada kegiatan di kecamatan. Kemudian ditemui oleh perangkat desa, tokoh masyarakat, pemuka agama dan perwakilan dari masyarakat Desa Besani, yang mengetahui duduk persoalannya. Mereka memberikan klarifikasi mengenai hal tersebut.


Menurut Niti Sumedi, itu merupakan alihfungsi saja dikarenakan kondisi tempat sudah tidak aman untuk warga yang melakukan ibadah di mushola tersebut, Rabu (08/09/2021).


"Saat itu keadaan mushola dianggap sudah tidak aman karena posisinya memang dipinggir sungai, di atas tebing sungai, bawahnya sudah terkikis, dan dikuatirkan membahayakan pengguna mushola, maka berdasarkan pemikiran tokoh masyarakat dan lingkungan setempat mencari solusi, untuk memindahkan mushola ketempat yang lebih aman yaitu keatas, kemudian dibangunlah masjid AT TAQWA," katanya.


Selanjutnya dia memaparkan, jika saat pemindahan,  mushola tersebut belum dijual. Setelah selang beberapa tahun, keluarga pewakaf menyarankan untuk menjual saja, dan  berdasarkan kesepakatan bersama, sewaktu musyawarah di masjid At Taqwa, dan dihadiri oleh ketua RT/RW, Tokoh masyarakat, tokoh agama, perangkat desa, tokoh pemuda, mereka mufakat menjual tanah eks mushola karena sudah tidak terpakai. Hasil penjualannya dibelikan lagi tanah, karena saat itu masjid At Taqwa membutuhkan pelebaran halaman.


Sutiyono pun membenarkan hal tersebut. Dengan keadaan yang membahayakan aktifitas pengguna mushola, di samping mushola sudah rusak, dan sudah lama tidak terpakai, dan kebetulan masjid At Taqwa mau membeli tanah untuk halaman, atas mufakat tanah tersebut dijual kemudian digabungkan dengan dana swadaya masyarakat, uang hasil penjualan tanah tersebut digunakan untuk membeli tanah untuk halaman masjid.


"Orang  yang memberikan keterangan di pemberitaan tersebut harus dipanggil, karena jelas keterangannya tidak pas, kalau dibilang larinya ke masjid Nurhuda,"  paparnya setelah membaca pemberitaan yang muncul.


Sebagai Lebe Desa Besani, Mujer menambahkan, "Namanya kemampuan dalam menerima itu berbeda antara masing masing orang. Walaupun kita berada dalam satu perkumpulan dan mendengar hal yang sama, namun penerimaan dalam mencerna akan berbeda," tegasnya.


Kemudian Niti Sumedi mengakui jika masalah hukum mereka kurang paham, malah dibilang nol.


"Kami memang buta hukum, bila penjualan tanah wakaf ini melanggar hukum atau tidak, saya tidak paham. Patokannya gini, barang sudah tidak dipakai, itu mubadzir, kenapa tidak dijual untuk membeli kembali sebagai pengganti agar bisa dimanfaatkan bersama, menurut kami, pahala untuk yang mewakafkan tetap dapat, walau dipindahkan, itu pemikiran sederhana kita orang awam ya seperti itu," ungkapnya.


Drs.H. Ahmad Farid M.Si. kepala kemenag Wonosobo, ketika dihubungi melalui sambungan telepon selulernya menjelaskan jika Tanah wakaf tidak boleh di jual belikan. Namun apabila untuk relokasi dengan maksud menyelamatkan harta wakaf itu sendiri maka boleh, asal sesuai mekanisme.


Dalam kasus ini semua sudah dipanggil yaitu pihak-pihak terkait. Menurutnya persoalannya ternyata tidak sebagaimana yang mengambang di awang awang. 


" Jadi saya baru memberikan solusi untuk  menyelesaikan secara internal di kecamatan saja, tidak usah dibawa ke kabupaten bila bisa. Tanah wakaf dijual dengan alasan untuk kemaslahatan yang lebih besar itu secara subtansi bisa diterima. Nyatanya toh hasil penjualannya dibelikan tanah lagi yang sekarang menjadi halaman masjid," ujarnya.


Selanjutnya Dia memaparkan, bila tanah sudah diwakafkan yang punya otoritas, yang mengelola itu nadzir, tidak ada yang lain termasuk ahli waris pun tidak mempunyai hak. Karena pewakaf sudah melimpahkan kekuasaannya karena sudah ada Akte Ikrar Wakaf (AIW).


"Dengan persoalan di atas, substansi penjualannya sudah disepakati semuanya, karena ada tokoh masyarakat, ada pemuka agama, perangkat dan warga, pasti nadzir tahu, tinggal kita menyesuaikan mekanismenya penjualan, yaitu tanah tidak boleh lebih sedikit nilainya daripada tanah wakaf yang dijual dan tidak lebih jelek, atau minimal mempunyai nilai yang sama, atau kalau bisa malah lebih baik tukarannya, artinya lebih menguntungkan kepada kepentingan maslahat. Namun bila lebih sedikit nilainya, ada nilai subyektifitas, ada nilai politis yang merugikan kepentingan umat, itu yang perlu dipertanyakan dan dipersoalkan," imbuhnya.


Kepala Kemenag itu kemudian menguraikan, bila menggunakan lahan musyawarah semua warga pasti maslahat secara umum, dengan artian bermanfaat bagi semuanya.


"Ketika kita menghiraukan 1 - 2 orang yang memang dia mempunyai "kepentingan lain" itu sekarang kita memperkuat argumen saja. Karena sudah melewati mufakat, kesepakatan dengan baik, dan nyatanya tanah tersebut maslahat. Dan tentang BWI sendiri adalah lembaga yang eksistensi orangnya belum aktif betul. Jadi ketika mereka menggugat biar dia akan membawa kemana persoalannya, yang penting masyarakat kuat. Jadi BWI lembaga baru yang dibentuk dengan maksud untuk memberikan pertimbangan pertimbangan tentang wakaf dan persoalannya, biar wakaf tetap aman untuk kepentingan umat. Sudah melewati dengan musyawarah berarti substansinya sudah ketemu," tutupnya.


("etik")

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Tulis komentar

Berita Terbaru

Back to Top