Selasa, 07 September 2021

Pandangan Hukum Pengidap Gangguan Jiwa Di Mata Hukum Dan Penanganannya Menurut JP LawFirm





Serang, WartaHukum.com - Melalui pesan whatsAppnya Praktisi hukum Joni Patasarani. SH founder JP LawFirm, menanggapi pemberitaan di media ini dengan link ,https:/www.wartahukum.com/2021/09 jl-pelaku-pembunuhan-di-bendung-

diduga.html,berikut ulasannya :


Kriminalitas merupakan tindakan yang dilakukan individu, kelompok ataupun komunitas yang melanggar hukum, sehingga mengganggu keseimbangan sosial dalam masyarakat, namun bagaimana jika pelaku justru mengalami gangguan jiwa?. 


Harus memahami motif si pelaku,ketika tujuannya membunuh.


“Jika pelaku mengalami gangguan jiwa, perlu dilakukan penyidikan dan penyelidikan. Tidak cukup hanya dari keterangan orang tua pelaku, karena mereka tidak berkompeten untuk memberi pernyataan tersebut. Untuk membuktikannya, perlu dokter khusus yang memeriksa kondisi jiwanya".


 Dalam Pasal 44 KUHP menyatakan, pengidap gangguan jiwa tidak bisa dipenjara. Ketika pelaku memang mengalami gangguan jiwa maka ada enam tahap, pertama kepolisian, kedua kejaksaan, ketiga pengadilan, keempat dikembalikan kejaksaan, kelima ke lapas, dan terakhir proses persidangan. Ketika dalam persidangan terbukti gila, maka baru bisa dibebaskan.


Menurutnya,hukum Indonesia sudah canggih karena menghadirkan dokter dan spesialis gangguan kejiwaan, sehingga status gangguan jiwa sampai saat ini sulit untuk disalahgunakan, jika berbohong pun akan dibuktikan dalam persidangan.


Penderita gangguan jiwa dapat melakukan pembunuhan dan penganiayaan, karena mereka sulit mengendalikan diri, perilaku, emosi, dan pikirannya. Sehingga, mungkin saja melakukan tindakan berbahaya untuk orang lain bahkan dirinya.


“Pihak berwenang yang melibatkan pengidap gangguan jiwa, yaitu penegak hukum. Psikolog terlibat jika diminta pendapatnya dan melakukan assessment yang terdiri dari wawancara, observasi, dan tes dari segi konsistensi gejala, kesesuaian diagnostik, dan melihat banyak sudut pandang, serta riwayatnya. Biasanya, jika terbukti mengalami gangguan jiwa,maka diminta untuk melakukan pengobatan".


Perlu dilakukan assassment dengan seksama oleh psikolog atau psikiater sehingga dapat dibuktikan di pengadilan, tetapi kalau dia berbohong atau memiliki riwayat gangguan jiwa, namun dia sadar penuh alasan melakukan kejahatan itu, maka dapat ditindak. Hal tersebut tergantung pada peran polisi, jaksa, dan hakim.


Narsum : Joni Patasarani. SH (Praktisi Hukum) 


(Ys)

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Tulis komentar

Berita Terbaru

Back to Top