Minggu, 24 Oktober 2021

Demi Menjaga Citra & Nama Baik, Instansi Kepolisian Harus Tangkap Kembali Mobil Beserta Oknum Pembalak Liar





Malang, WartaHukum.com - Pencemaran citra baik kepolisian khususnya Polsek Dampit atas penangkapan truk dengan Nopol N 9082 TH yang diduga bermuatan kayu hutan ilegal yang terjadi pada Bulan Agustus lalu kembali diklarifikasi oleh Tim Reclasseering Indonesia. 


Dari kabar yang beredar, Polsek Dampit telah meminta uang tebusan yang nilainya mencapai puluhan juta, namun ternyata kabar tersebut tidaklah benar.


Setelah melakukan investigasi, Tim Reclasseering Indonesia menemukan sesuai fakta hukum, bahwa kayu tersebut sebenarnya memang benar-benar kayu hutan yang dicuri oleh para blandong dan oknum perhutani.


Ironisnya, oknum perhutani yang merupakan pelapor atas kejadian tersebut, merupakan dalang di balik pemotongan kayu ilegal tersebut Diduga oknum perhutani itu akan memperdaya Polsek Dampit, namun sikap anggota Polsek Dampit tersebut cermat dan cerdas, sehingga tidak gegabah mengambil keputusan,  tidak gampang percaya begitu saja dengan permasalahan yang terjadi.


Memang benar Polsek Dampit sempat mengamankan truk tersebut, namun hanya untuk proses penyelidikan saja.


Parto cs yang merupakan blandong kayu area Lebakharjo merupakan orang yang menyebarkan hoax tentang adanya transaksi penebusan yang dilakukan oleh Polsek Dampit.


Kayu yang diketahui milik Yulis cs tersebut memang ditebus dengan sejumlah uang yang dibawa sendiri oleh Kepala Desa Lebakharjo Sumarno, yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi kayu tersebut.


Namun, uang yang nilainya puluhan juta itu, ternyata tidaklah diminta oleh Polsek Dampit, karena Polsek Dampit sendiri telah melimpahkan kasus tersebut ke Perhutani yang merupakan pelapor atas kejadian itu.


Diduga, uang puluhan juta itu diberikan kepada oknum Perhutani dan para anggota sharing (anggota dalam pengawasan LMDH), serta diduga kuat adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Kepala Desa Lebakharjo.


Sebab, pada saat akan memotong kayu ilegal itu, para blandong sudah memberikan jatah uang terlebih dahulu kepada oknum-oknum Perhutani seperti asper, mandor dan mantri, serta juga memberikan uang kepada Kepala Desa Lebakharjo. Disaat pemotongan pun juga demikian.


Namun setelahnya, Parto cs dan Wanto cs yang sama-sama blandong dan tidak masuk dalam naungan LMDH, dipersulit lagi saat pengangkutan kayu, tujuannya agar perhutani bisa melakukan '86' ke para blandong dengan meminta bantuan anggota kepolisian, namun tidak semua anggota kepolisian mau diajak berbuat kejahatan oleh Perhutani. Seperti halnya Polsek Dampit tersebut.


Demi mengembalikan citra instansi kepolisian, Tim Reclasseering Indonesia sebagai mitra instansi Kepolisian sesuai dengan tugas dan fungsinya yang tertuang di staatdblad negara, membantu mencari pembuktian dan ternyata benar, kayu tersebut merupakan kayu hasil curian yang diberi surat SPPT oleh Kepala Desa Lebakharjo untuk mengelabuhi petugas.


Menurut penyampaian Parto cs yang disebarkan ke masyarakat, Wanto cs sudah mengeluarkan uang sebesar Rp. 35 juta kepada oknum Polsek Dampit, padahal kabar tersebut sama sekali tidaklah benar.


Saat ditemui Reclasseering Indonesia pada Rabu (20/10/2021), Parto mengatakan bahwa pada saat itu Perhutani memang mendapatkan jatah antara Rp. 7 juta hingga Rp. 10 juta.


Salah satu narasumber yang enggan disebut namanya juga membenarkan bahwa selama ini memang banyak yang menebang kayu secara ilegal di kawasan hutan Lebakharjo.


"Tepatnya di petak 48," ujar narasumber yang juga menunjukkan tunggak kayu yang dipotong tersebut.


Polres Malang harus menindak tegas para pelaku yang sudah menyebarkan berita hoax dan telah mencemarkan nama baik kepolisian.


Tidak hanya itu saja, Polres Malang juga harus segera menindak para pelaku pembalakan liar kayu hutan yang semakin menjadi, serta oknum-oknum yang sudah terlibat didalamnya, termasuk oknum Kepala Desa yang turut berperan serta atas pembalakan kayu hutan tersebut.


"Jadi di wilayah hutan itu ada dua kelompok. Satu kelompok di bawah naungan LMDH yang disebut kelompok sharing, dan satu kelompok lagi adalah masyarakat biasa yang tidak masuk naungan LMDH, namun kedua kelompok ini sama-sama pelaku pembalakan kayu hutan ilegal," ujar salah satu anggota Reclasseering Indonesia.


Menurutnya, kelompok sharing ini memberikan jatah kepada oknum Perhutani seperti mantri, mandor dan asper, sebagai uang jaminan keamanan.


Sementara kelompok masyarakat biasa ini, sama-sama memberikan jatah ke oknum Perhutani namun setelahnya masih ditangkap dan di '86' oleh oknum Perhutani.


Jadi, hasil dari investigasi Reclasseering Indonesia sesuai surat tugas yang merupakan mitra Polri sepenuhnya, uang tebusan senilai Rp. 35 juta sesuai dengan perkataan Wanto dan Parto tersebut merupakan rekayasa oknum Perhutani dengan perangkat Desa.


Mohon kepada pihak yang berwajib untuk menindak tegas para oknum yang sudah menyalahgunakan wewenang dan menjadikan para blandong sebagai ATM.


Sesuai dengan Survey Fakta Integritas, Tim Reclasseering Indonesia menemukan banyaknya kecurangan yang bisa merugikan negara dan membuat hutan menjadi gundul sehingga mengancam kehidupan dan kesejahteraan anak cucu di masa mendatang. 


Gakkum KLHK harus benar-benar menindak para oknum Perhutani yang nakal, kalau perlu pecat sekalian dan beri sanksi hukum agar pelaku jera.


Para Menteri dan Bapak Presiden Jokowi mengupayakan pelestarian hutan malah disini oknum-oknum Perhutani yang harusnya turut menjaga malah mencuri seenaknya sendiri. Apalagi pencurian dilakukan selama bertahun-tahun dan dibiarkan saja tidak ada tindakan dan sanksi apapun.


Surat pengaduan dari Reclasseering Indonesia yang ditujukan kepada Polres Malang pada 28/06/2021 lalu dengan nomor agenda B/1278/VI/2021 terkait pembalakan liar kayu hutan juga tidak mendapatkan respon apapun dari Polres Malang. Padahal, menurut hasil investigasi Reclasseering Indonesia, setiap kali ada pemotongan kayu ilegal, oknum Perhutani selalu terlibat.


"Pencurian kayu sonokeling di wilayah Desa Pujiharjo dan Desa Lenggoksono Kecamatan Tirtoyudo juga melibatkan oknum perhutani, jangan pura-pura tidak tahu!!!" ujar Eko Susianto selaku anggota Reclasseering Indonesia.


"Kegiatan tambang ilegal juga dibiarkan oleh oknum perhutani, kalau memang hukum mau ditegakkan ya tegakkan, kalau memang tidak ada lagi hukum ya sudah biarkan saja, jangan ada kepentingan politik di dalam penegakan hukum," ujarnya.


"Sistemnya seperti apa, banyak kayu hutan hilang tapi mandor sama aspernya tidak tahu, ya jelas tidak tahu karena sudah mendapatkan bagian, sistemnya yang dipakai itu sistem maling!!" ujar Eko.


"Walaupun mau di 86 oleh oknum perhutani dan digiring ke Kepolisian, namun tidak semua kepolisian mau berbuat curang," katanya.


"Pecat saja oknum perhutani yang bernama Sunari, Boiman, Santoso dan oknum-oknum lain yang bertugas di Malang Selatan, percuma dijaga kalau penjaganya itu adalah malingnya, kalau perlu beri sanksi hukum agar para pelaku jera," tutupnya.


Para menteri dan instansi Kepolisian harus bisa bersikap cerdas dalam menghadapi perilaku oknum Perhutani yang nakal. Karena ini semua sudah masuk dalam tindakan KKN dan gratifikasi. 


(Beritaistana.id/WH.com)

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Tulis komentar

Berita Terbaru

Back to Top