Jakarta, WartaHukum.com - Pada masa pandemic ini, masalah kepailitan menjadi perhatian serius dari Debitor (Pemilik Perusahaan). Situasi keuangan di sejumlah perusahaan mengalami penurunan bahkan beberapa perusahaan mungkin tidak akan mampu mempertahankan usahanya dan jatuh pailit.
Pailit merupakan kata lain dari bangkrut yang berarti ketidakmampuan Debitor untuk membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar tersebut harus disertai dengan tindakan nyata untuk mengajukan permohonan pailit baik secara sukarela oleh Debitor itu sendiri maupun permintaan pihak ketiga.
Dalam mengajukan permohonan pailit tentunya menggunakan asas pembuktian secara sederhana. Syarat untuk pengajuan permohonan pailit diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU), yaitu diantaranya:
1) Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor.
2) Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Dalam syarat pengajuan permohonan tersebut, ternyata tidak dijelaskan secara rinci mengenai bagaimana penerapan pembuktian sederhana ini dilakukan. Faktanya, pelaksanaan dan penafsirannya dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara kepailitan yang bersangkutan. Bahkan dalam perkara PKPU Froggy yang ditangani LQ Indonesia Lawfirm, invoice yang diajukan oleh kreditur dianggap rekayasa. Disinilah advokat berperan untuk membela pihak-pihak yang berkepentingan agar mendapatkan haknya sesuai hukum.
Keberadaan utang milik Debitor yang masih dalam konflik, menurut Majelis Hakim ternyata tidak termasuk dalam pembuktian sederhana. Melainkan keberadaan utang dalam perkara tersebut sifatnya kompleks, tidak sederhana, cukup rumit dan sulit pembuktiannya, sehingga tidak layak dibahas atau diperiksa di Pengadilan Niaga tetapi seharusnya diperiksa melalui proses perkara perdata biasa di Pengadilan Negeri.
Faktanya, kasus kepailitan ini seharusnya memang mengatur tentang permasalahan utang perusahaan yang tidak menyanggupi pembayaran utang kepada Kreditor dan memang mengatur konflik mengenai utang piutang antara Debitor dan Kreditor. Maka dari itu, jika terjadi permasalahan tersebut dapat berkonsultasi terlebih dahulu kepada LQ Indonesia Lawfirm dengan cara menghubungi di 0818-0489-0999 untuk dapat membantu jalannya proses hukum.
Kasus kepailitan ini pun menyatakan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU telah dipenuhi. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU.
(Red)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar