Indramayu, WartaHukum.com - Maraknya dugaan penyalahgunaan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar yang diperuntukan nelayan terjadi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Diantaranya, SPBU No register 34 - 45214 di Jalan Raya Kadanghaur Ilir, Kecamatan Kadanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat yang memiliki kuota melayani solar bersubsidi untuk para nelayan 4,5 ton per bulan ini diduga melayani tanpa prosedur.
Sabtu (20/11/2021), pukul 18.00 WIB, sejumlah awak media yang tergabung Warung Nusantara (WN) 88 Sub Unit 01 DKI Jakarta yang kebetulan mengisi BBM ini mobilnya, tercengang menjumpai antrian motor membawa jirigen kosong.
Supervisor SPBU, Kiky menjelaskan antrian motor itu untuk memuat solar yang diperuntukan nelayan. “Kami ada ijin untuk melayani keperluan bbm bersubsidi untuk nelayan dari pemerintah terkait. Soal pengawasan atas dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan bbm solar bersubsidi untuk nelayan, bukan kewenangan kami. Tapi itu kewenangan Polsek Kadanghaur,” ucap Kiky kepada wartawan, Sabtu (20/11/2021).
Kiky mengaku, dirinya sebenarnya kurang setuju adanya pelayanan solar bersubsidi untuk nelayan di SPBU, tempatnya bekerja. “Saya sudah sering kali memberikan masukan ke Bos, untuk menghapus pelayanan solar bersubsidi untuk nelayan. Karena sering kali pelaksanaannya di lapangan membuat kami pusing karena rentan munculnya masalah penyalahgunaan solar bersubsidi untuk nelayan,” ungkap Kiky.
Ketua Warung Nusantara (WN) 88 Sub Unit 01 DKI Jakarta, H.Hendro Malvinas yang kebetulan di lokasi sempat menanyakan aturan dibenarkan nya solar subsidi untuk nelayan menggunakan transportasi motor roda dua dengan membawa jirigen kosong, kepada pihak SPBU. “Setiap orang yang melakukan pengangkutan tanpa Izin Usaha Pengangkutan dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf b UU Migas: Setiap orang yang melakukan Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah),” tegas Hendro.
Praktik pengangkutan solar bersubsidi untuk nelayan dengan menggunakan transportasi motor roda dua beserta jirigen kosong itu, menurut Hendro tidak etis dan tidak dibenarkan. “Tidak jarang, oknum masyarakat yang mengangkut BBM bersubsidi tidak sesuai pada tujuan. Perbuatan tersebut dapat diartikan sebagai penyalahgunaan pengangkutan BBM yang diatur dalam Pasal 55 UU Migas,” kata Hendro.
(Khnza)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar