Jumat, 03 Desember 2021

Aliansi Mahasiswa Kota Serang Tolak Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021

 



Serang, WartaHukum.com - Sejumlah organisasi mahasiswa Kota Serang (PD KAMMI SERANG, FMI SERANG & HMI MPO CABANG SERANG) yang tergabung dalam Aliansi GANAS (Gerakan Anti Kejahatan Seksual) melakukan aksi penolakan terhadap Permendikbudristek No.30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).


Aksi yang terkonsentrasi di Alun-alun Kota Serang tersebut merupakan bentuk penolakan serta penyadaran terhadap masyarakat bahwasannya Permendikbudristek ini multitafsir, kontroversial dan menuai pasal karet.


Selain itu, Permen PPKS ini bahkan memasukan konsep sexual consent yang mengarah kepada hubungan seks bebas atas dasar persetujuan. Padahal itu jelas kejahatan seksual yang melanggar norma agama dan Pancasila. 


Humas aksi, Azizah Ika mengatakan bahwa Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) digadang-gadang sebagai produk hukum yang memihak dan peduli terhadap korban kekerasan seksual di lingkungan kampus.


“Pihak-pihak yang pro menafsirkan bahwa ini adalah bentuk jaminan hukum terhadap korban dalam menuntut keadilan atas peristiwa pelecehan seksual yang dialami,” ujarnya, Kamis (2/12/2021).


Selain itu, Permendikbudristek tersebut juga dianggap menjamin sexual consent atau persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan hubungan seksual di kalangan mahasiswa, sehingga kebebasan mereka terhadap otoritas tubuhnya sendiri pun terjamin.


Hal itu menurut Ika hanya sekadar ilusi semata. Sebab pihaknya berpendapat bahwa Permendikbudristek justru malah berpotensi memberikan masalah baru di kemudian hari.


“Setelah ditelaah lebih jauh secara substansial ternyata Permendikbudristek PPKS ini banyak memiliki kejanggalan-kejanggalan dan kecacatan hukum,” ucapnya.


Sehingga pada akhirnya Permen PPKS melanggar hukum tertinggi negara yaitu Pancasila. Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS pun terindikasi mengesampingkan norma susila dan norma agama dalam praktiknya. Sehingga aturan ini harus segera dicabut dan direvisi.


Rifai salah satu peserta aksi dari FMI, menambahkan "Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 merupakan prodak peraturan yang cacat, banyak isinya yg mengandung kalimat umum terkhusus pada frasa (Tanpa Persetujuan Korban) di pasal 5"





 "Dalam pembuatan Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 bisa dikatakan memiliki sifat liberal seolah olah mengadopsi kultur pendidikan barat, sedangkan Indonesia sendiri memiliki etika dan budaya kultur pendidikan sendiri,  bagaimana orang tua menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi salah satunya ialah membentuk etika yg baik dan juga sudah jelas perguruan tinggi di Indonesia memiliki etika dan moral sebagai mana tertuang dalam Statuta Kampus masing-masing perguruan tinggi" Lanjutnya.


Setelah ditelaah lebih jauh secara substansial ternyata Permendikbudristek PPKS ini banyak memiliki kejanggalan-kejanggalan dan kecacatan hukum. Yang perlu disoroti lebih tajam terutama inkonstitusional dalam mekanisme penyusunan dan absennya komitmen moral dalam paradigma hukum dengan menggunakan frasa ‘tanpa persetujuan korban’ atau sexual consent, Tutupnya saat diwawancarai.


Di samping itu, secara formil aturan ini juga mengalami kecacatan karena prosesnya tidak melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, Aliansi GANAS menuntut ;


1. Menuntut Kemendikbudristek untuk segera mencabut Permendikbudristek PPKS karena mengandung frasa pasal yang abstrak, multitafsir, kontroversial dan bertentangan dengan nilai Agama.


2. Menuntut untuk diterbitkannya surat perintah peraturan rektor tentang pencegahan kejahatan seksual di lingkungan perguruan tinggi.


3. Menuntut Kemendikbudristek untuk membentuk dan menerbitkan peraturan tentang pencegahan kejahatan kesusilaan yang sesuai dengan nilai Pancasila.


4. Menuntut Kemendikbudristek untuk segera mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara terbuka bersama masyarakat terkait Permendikbudristek PPKS. 


5. Menuntut DPR RI dan Presiden untuk melakukan evaluasi dan memberikan terguran tertulis kepada Kemendikbudristek. 


6. Apabila point 1,2, 3, dan 4 tidak dilakukan maka kami menuntut agar Nadiem Makarim untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.


(Red)

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Tulis komentar

Berita Terbaru

Back to Top