Tangerang, WartaHukum.com - Ketua pengurus dan Founder LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim SH, MSc, CFP, CLA mengapresiasi atas tanggapan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH, MH, terkait pengembalian berkas untuk dilengkapi (P-19) kaitan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
“LQ apresiasi tanggapan Kapuspenkum Kejagung RI, pak Leonard atas penjelasannya, tekait P-19 atau pengembalian berkas perkara pidana KSP Indosurya untuk segera dilengkapi penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri yang menangani awal,” kata Alvin menanggapi, Kamis (9/12/2021).
Namun demikian, Alvin berpandangan lain soal audit yang menurutnya hanya modus untuk mengulur – ulur proses pidana dugaan penipuan dan penggelapan KSP Indosurya yang menjadikan pemiliknya, Henry Surya bersama dua orang lainnya yakni, Manager Direktur, Suwito Ayub dan Head Admin, June Indria jadi tersangka.
"Ini isi pasal 46 UU Perbankan yang disangkakan terhadap Henry Surya: Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Jaksa Peneliti tolong baca jelas, dimana dalam Unsur Pasal 46 UU Perbankan tercantum unsur kerugian? Ini bukan kasus perdata dimana jumlah kerugian harus akurat untuk proses ganti rugi. Melainkan unsur Pasal 46 adalah ada atau tidak adanya ijin Perbankan menghimpun modal dari masyarakat,” jelas Alvin.
Jadi, sambung Alvin, alasan meminta audit hanya modus belaka untuk mengulur waktu dan menunda proses hukum dengan alasan tidak masuk akal dan membodohi masyarakat. Jika penyidik Kejagung ingin mengetahui nilai kerugian tinggal minta angkanya sama pengurus PKPU.
Satu hal lagi untuk menambah kuat dugaan modus oknum Kejaksaan Agung, 2 perkara lain sebelumnya di proses oleh Kejaksaan dan P21 dalam waktu singkat, 1-2 bulan sudah P21 yaitu perkara Koperasi Millenium dan PT WBN. "Koperasi Millenium, saya sebagai pelapor, pasal sama 46 UU Perbankan, tidak ada jaksa peneliti meminta Audit terhadap kerugian korban-korban. Berkas Perkara bisa P21 dalam waktu kurang lebih 1 bulan, disidangkan dengan Perkara 336/PidSus/2020/PN JktPus, tanggal 18 Maret 2020, di vonis Hakim terbukti bersalah mengumpulkan dana masyarakat tanpa ijin BI. Begitu juga kasus sama di PT TGP, pidana menghimpun dana masyarakat, di Mabes Polri dan limpah ke Kejagung tidak ada permintaan Audit forensik bisa P21. Apa ada tebang pilih syarat tambahan untuk kasus pidana sama persis? Tolong Kejaksaan Agung jangan bodohi masyarakat. Korban Indosurya sudah menderita, sekarang oknum Kejaksaan Agung mau membodohi masyarakat. Jangan pake modus ulur waktu. Sangat menciderai nilai keadilan."
“Jika Jaksa ingin tahu nilai kerugian, mudah kok tinggal minta angkanya sama pengurus PKPU. Ada semua itu copy bilyet sebagai bukti kerugian. Selesai. Intinya, dalam kasus ini tidak perlu melakukan audit, jika Jaksa butuh pengarahan hukum bisa hubungi LQ di 0817-489-0999.” tandas Alvin.
Proses homologasi atau perdamaian PKPU itu tidak penghapus perbuatan pidana yang sudah menjadikan pemilik KSP Indosurya yakni, Hendry Surya bersama dua tersangka lainnya. Klien LQ atau pelapor, menolak dan tidak masuk dalam PKPU tersebut.
Hasil PKPU sendiri, lanjut Alvin, beberapa nasabah KSP Indosurya yang ikut juga mengeluh, karena, dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan apa yang sudah diputuskan. Langkah PKPU terkesan hanya berusaha menghindar dari jeratan pidana.
“Ada nasabah yang ikut PKPU mengeluh, karena prakteknya tidak sesuai keputusan. Bayangkan 2 persen perbulan dari uangnya senilai Rp1 miliar 50 juta yang harusnya terima Rp20 juta faktanya hanya menerima Rp340 ribuan,” ungkap Alvin.
Dengan fakta itu, tambah Alvin, dia mensinyalir langkah PKPU KSP Indosurya merupakan setrategi untuk menghindari perbuatan pidana dan penahanan paska terbongkarnya kasus dugaan investasi bodong KSP Indosurya yang berhasil meraup dana dari 5.700 nasabah yang mencapai Rp15 triliun.
“Tersangka pemilik Henry Surya dan dua tersangka lainnya hingga kini tidak dilakukan penahanan. Kabar dari korban Indosurya, bos KSP Indosurya plesiran di Bali. Kita berharap para tersangka ditahan biar proses pidananya berjalan dengan benar dan sesuai dan ketentuan hukum yang berlaku. Justru dengan tidak ditahan, aparat penegak hukum jadi bisa mengulur waktu. Harap jika kejaksaan mau bersih dalam penanganan kasus pidana jangan bermain dalam kasus Indosurya. Jaksa Agung buktikan bersih dengan segera P21 tanpa alasan butuh Audit nilai kerugian. Mau kerugian berapa dalam pidana terpenting adalah tindakan sengaja melawan hukumnya atau mens rea” pungkas Alvin.
Sumber : (pres release LQ Indonesia LawFirm, Jum'at 10 Desember 2021)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar