Jakarta, WartaHukum.com - Para Korban Skema Ponzi Raja Sapta Oktohari mengirimkan karangan bunga ke gedung DPR sebagai aspirasi agar Terlapor Raja Sapta Oktohari di proses hukum dan bertanggung jawab selaku Dirut PT Mahkota yang mengalami gagal bayar hingga kurang lebih 6 Triliun. Selain terhadap PT Mahkota, karangan bunga juga di kirim oleh Korban OSO Sekuritas agar mereka mendapatkan keadilan dan proses hukum dijalankan terhadap para pelaku.
Karangan bunga yang dianter pagi-pagi subuh dalam waktu belasan menit di angkut dan dibersihkan dari pekarangan pintu masuk gedung DPR. Namun, para awak media sempat mendokumentasikan isi Karangan bunga sebagai berikut:
D: Rakyat yang Menderita
U: H Joko Widodo
DU: Tolong pemerintah usut gagal bayar OSO Sekuritas & MPIP Milik Raja Sapta Oktohari.
D: Rakyat Indonesia Korban Oso Sekuritas dan MPIP
U: Bapak Presiden dan DPR RI
DU: Mohon dibantu diperjuangkan hak kami di PT Mahkota milik Raja Sapta Oktohari.
D: Nasabah Korban Oso Sekuritas
U: Bapak Presiden RI
DU: Tolong kami para korban OSO Sekuritas, kami susah lahir batin, akibat uang hilang di OSO Sekuritas.
Puluhan Papan bunga yang memenuhi pintu depan Gedung DPR berisi aspirasi dan keluh kesah Para Korban Perusahaan milik Raja Sapta Oktohari yang dana pensiun, pendidikan anak dan uang untuk biaya pengobatan hilang di PT MPIP dan OSO Sekuritas.
Salah satu korban OSO Sekuritas, A memberikan keterangan pers "Disaat uang kami tidak dikembalikan, RSO malah menunjukkan gaya hidup mewah naek private jet dan Yacht, sedangkan kami para nasabah makan pun sulit. Presiden Jokowi harus tegas dan copot Raja Sapta Oktohari dari Ketua KOI agar tidak menganggu proses penyidikan, sebelumnya sudah 7x RSO di panggil takut dan mangkir, dengan alasan tugas negara. Keadilan harus ditegakkan, tolong Bapak Presiden, kami tidak minta uang kami kembali, tp regakkan saja hukum, tangkap dan tahan Para Pelaku Investasi bodong ini, jangan sampai mengotori nama pemerintahan."
Korban MPIP, M menjelaskan "Saya sudah mau menarik uang saya dari PT MPIP, namun video RSO di depan panggung meyakinkan saya bahwa selain aman modal, akan mendapatkan bunga dan dividen. Nyatanya, PHP kelas berat, bunga tidak terima, bahkan modal saya tidak balik."
Sugi selaku Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm cukup memahami perasaan masyarakat khususnya korban Investasi bodong besutan Raja Sapta Oktohari. "Para korban melaporkan PT MPIP dengan pidana pasal 46 Perbankan, yaitu menghimpun dana masyarakat tanpa ijin BI atau OJK," ungkapnya.
Penyidik seharusnya dengan mudah bisa memproses, ditanyakan saja ke PT Mahkota ada ijin atau tidak? Lalu konfirmasi ke OJK, jika tidak ada ijin kan jelas sesuai UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Direksi yang dikepalai oleh Raja Sapta Oktohari selaku Dirut PT Mahkota paling bertanggung jawab atas kepengurusan ijin, dan operasional penggalangan dana masyarakat. Karena dana masyarakat yang dihimpun di setor ke rekening PT Mahkota. Jadi selaku penanggungjawab RSO harus bertanggung jawab penuh atas operasional dan kegiatan PT Mahkota. Jadi penyidik jangan sampai ada modus alasan PKPU sebagai penghenti pidana, kasus Koperasi Millenium di PMJ juga bisa P21 dan vonis walau sudah ada homologasi di PKPU.
Indosurya di Mabes juga sudah Homologasi, tapi kena pasal 46 pidana Perbankan. Jadi jelas kasus-kasus sebelumnya tidak ada itu Homologasi atau restructuring yang di cicil menjadi seolah-olah terjadi restorative justice. RJ sesuai Perkap jelas syaratnya adalah pembayaran ganti rugi secara penuh. Reputasi POLRI terutama PMJ akan dipengaruhi cara penanganan kasus ini karena masyarakat memantau."
Para Korban Investasi bodong meminta agar LQ Indonesia Lawfirm mengawal mereka dalam aksi damai di depan Istana Presiden, 14 Februari 2022, dengan membawa 1 tangkai bunga mawar dan puisi sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah dan POLRI untuk memberantas Investasi Bodong di Indonesia sebagaimana amanah Presiden RI tanggal 20 Januari 2022.
Untuk informasi lebih lanjut bisa menghubungi Hotline LQ di 0817-489-0999.
Sumber : ( Press release LQ Indonesia LawFirm, Sabtu 5 Januari )
Tidak ada komentar:
Tulis komentar