Minggu, 15 Mei 2022

Ada Mafia Tanah di Proyek Petrokimia Chandra Asri 2, Kejaksaan Banten Diminta Turun Tangan

 




Cilegon, WartaHukum.com – Tim Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila (BPPH-PP) Provinsi Banten menuding ada dugaan praktik mafia tanah dalam pembebasan lahan untuk kepentingan proyek industri kimia PT Chandra Asri Perkasa atau disebut CAP2.


Hal ini setidaknya disinyalir dari temuan BPPH-PP bahwa ada lahan milik warga seluas 1,9 hektar di Kelurahan Gunungsugih, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, yang sudah beralih kepemilikan ke pihak lain, salahsatunya ke PT Pancapuri Indoperkasa yang akan dijadikan lahan pabrik kimia PT CAP2.


Tim BPPH Pemuda Pancasila juga sudah melayangkan surat pelaporan ke Kejaksaan Tinggi Banten tentang adanya mafia tanah di kawasan industri di Kelurahan Gunung sugih, Kecamatan Ciwandan, tersebut.


“Kami berharap permohonan ini bisa dijadikan atensi Kejati Banten dan Kejaksaan Agung RI khususnya Jamwas (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan), karena investasi yang direncanakan PT Chandra Asri ini jangan sampai terhambat akibat masalah ini (mafia tanah)," ujar Eka W Dahlan, Ketua BPPH-PP Banten, Minggu (15/5/2022).


Eka Dahlan mengaku pihaknya tetap mendukung investasi CAP2 dan tidak dalam upaya menghambat investasi di Kota Cilegon, namun pihaknya memberikan peringatan agar investasi tidak mengorbankan dan merugikan hak warga selaku pemilik tanah yang sah.


“Jangan sampai adanya perluasan PT CAP2 nantinya bermasalah, seperti permasalahan tanah yang dialami PT Krakatau Steel yang sampai saat ini terus diributkan," tegas Eka.


Untuk diketahui bahwa BPPH Pemuda Pancasila Provinsi Banten menjadi kuasa hukum ahli waris Arsyap dari pewaris atas nama Saidjah binti Sakim yang telah melaporkan kasusnya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten pada Rabu (20/4/2022).


Kasus lahan yang telah diserobot pihak lain tersebut, menurut Eka Dahlan, adalah milik kliennya yang bernama Arsyap, sebagai pemegang Girik/Letter C. 290 atas nama Saidjah binti Sakim seluas 1,6 hektar di Desa Gunung sugih tertanggal 29 Desember 1975. Dan setelah diukur oleh BPN, luasnya bertambah menjadi 1,9 hektar yang terdiri dari lima bidang.





Eka Dahlan juga menjelaskan, bahwa pihaknya telah mengirimkan surat permohonan Pemblokiran Serifikat Tanah kepada pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Cilegon bernomor 015/BPPH-PP/BTN/IV/2022, tertanggal 26 April 2022.


Upaya ini dilakukan, karena pihaknya bersama ahli waris telah dua kali melakukan mediasi yang bahkan difasilitasi Pemerintah Kota Cilegon, tetapi tidak memperoleh kata sepakat hingga saat ini.


Eka Dahlan juga menyebut sebagian lahan tersebut saat ini telah dikuasai pihak lain, antara lain oleh PT Chandra Asri Petrochemical, PT Pancapuri Indoperkasa dan 11 perorangan.


“Ada juga kepemilikan tanah atas nama Sarmin dan Saridjan dari 11 perorangan itu telah diterbitkan surat hak milik hanya seluas 7 meter persegi dan 3 meter persegi. Ini yang patut kami pertanyakan,” ucap Eka.

 

Eka menjelaskan berdasarkan hasil penelusurannya, para pemegang sertifikat, baik berupa SHM atau HGB atas tanah itu tidak ada sama sekali hubungan ahli waris dengan pemilik tanah Saidjah binti Sakim (Girik/Letter C 290).


“Kenapa pihak-pihak yang tidak ada hubungan dengan ahli waris bisa buat sertifikat. Karena sepengetahuan kami, hingga saat ini tanah tersebut belum pernah dialihkan atau dijualbelikan oleh pewaris maupun ahli waris kepada siapapun,” tegasnya.


Akibat perampasan hak atas lahan dengan Girik/Letter C 290 ini, Eka mengungkapkan, bahwa kliennya kini hanya menguasai tanah seluas 757 meter persegi yang telah diterbitkan SHM pada tahun 2017 dan lahan kosong seluas 3.895 meter persegi.


“Jadi klien kami telah kehilangan tanah seluas lebih dari 1,4 hektar dari 1,9 hektar sesuai dari hasil pengukuran BPN," jelasnya. 


(Red)

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Tulis komentar

Berita Terbaru

Back to Top