Kalimantan Selatan, WartaHukum.com - AKP Abdul Jalil selaku Kasat Reskrim Polres Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan pada hari ini Jum'at (06/05) dengan didampingi personel jajarannya sekitar kurang lebih 20 Anggota Petugas Kepolisian dan beberapa anggota Brimob mencabut pagar yang diklaim di atas tanah ahli waris Alm. M. Mukmin yang terletak di Objek Jalan Wisata Gowa Lowo Rt.16 Desa Tegal Rejo Kecamatan Kelumpang Hilir Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan, dihadapan Abdul Azis dan Nurul Huda anggota Kepolisian Polres Kotabaru yang dipimpin Abdul Jalil SIK tanpa dasar hukum yang jelas memaksa merusak pagar yang dipasang ahli waris dan kumdatus (perkumpulan dayak meratus) serta LBH Paham (Lembaga Bantuan Hukum Pusat Advokasi Hukum dan Hak Azasi Manusia).
Padahal proses hukum masih bersengketa, dan hasil Putusan Pengadilan Kotabaru tingkat pertama masih N/O atau tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, Gugatan Penggugat ditolak dan Gugatan Balik Tergugat juga tidak diterima, sehingga atas putusan tersebut kuasa hukum Ahli Waris M. Mukmin masih diberikan tenggat waktu hingga 20 mei 2022 untuk mengajukan Banding, oleh karena belum Inkracht kasat reskrim dengan secara sepihak menekan, memaksa ahli waris dengan dalih mediasi di kantor desa tegal rejo menekankan bahwa tanah ahli waris adalah tanah R (Restan) atau Tanah Negara, padahal gugatan balik Tergugat dari Bumdes Gowa Lowo tidak lah dikabulkan pula.
Dan Berdasarkan keterangan Abdul Azis dan Nurul Huda saat dikonfirmasi Awak Media menjelaskan, "bahwa puluhan anggota Kepolisian Polres Kotabaru yang dipimpin Abdul Jalil SIK tanpa dasar hukum yang jelas memaksa merusak pagar yang dipasang kami selaku ahli waris dan bantuan kumdatus (perkumpulan dayak meratus) serta LBH Paham (Lembaga Bantuan Hukum Pusat Advokasi Hukum dan Hak Azasi Manusia), "katanya.
Padahal proses hukum masih bersengketa, dan hasil Putusan Pengadilan Kotabaru tingkat pertama masih N/O atau tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, Gugatan Penggugat ditolak dan Gugatan Balik Tergugat juga tidak diterima, sehingga atas putusan tersebut kuasa hukum masih diberikan tenggang waktu hingga 20 mei 2022 untuk mengajukan Banding, "ungkapnya.
Oleh karena belum Inkracht kasat reskrim dengan secara sepihak menekan, memaksa kami selaku ahli waris dengan dalih mediasi di kantor desa tegal rejo menekankan bahwa tanah adalah tanah R (Restan) atau Tanah Negara, padahal gugatan balik Tergugat dari Bumdes Gowa Lowo tidaklah dikabulkan pula, "tegasnya.
Begitu pula salah satu paralegal LBH Paham Graven Marvello, S.H. mengatakan, "Ahli Waris merasa tertekan dan tidak berdaya, menganggap kepolisian Polres Kotabaru tidak Netral, berpihak ke Tergugat, padahal ahli waris tidak pernah dibayar atau diganti rugi atas pembangunan jalan objek wisata gowa lowo, tentunya Kasat Reskrim sebagai penegak Undang-Undang malah melanggar Undang-Undang, sudah jelas UU No 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Demi Kepentingan Umum ada pasal 9 didalamnya yang menerangkan mesti ada ganti rugi yang layak dan adil atas tanah yang diklaim warga untuk kepentingan umum, "jelasnya.
Abdul Azis dan Nurul Huda beserta Kuasa Hukum saat dikonfirmasi awak media akan membawa permasalahan ini ke Propam Mabes Polri dan Propam Polda Kalimantan Selatan, serta Kompolnas RI, agar Polri bersikap Netral karena permasalahan tanah sengketa masih dalam proses hukum perdata.
Dalam Putusan tersebut Hakim Pengadilan Negeri Kotabaru :
Dalam Konvensi : 1. Dalam Provisi menolak tuntutan provisi dari para penggugat untuk seluruhnya, 2. Dalam Eksepsi menyatakan seluruh eksepsi Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Turut Tergugat II tidak dapat diterima, 3. Dalam Pokok Perkara menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnya;
Dalam Rekonvensi : 1. Menolak tuntutan provisi dari Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya, 2. Dalam Pokok Perkara menyatakan gugatan Rekonvensi tidak dapat diterima;
Dalam Konvensi dan Rekonvensi : Menghukum Para Penggugat Konvensi/Para Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp. 17.170.000,00 (tujuh belas juta seratus tujuh puluh ribu Rupiah).
Putusan tersebut merupakan perkara nomor : 19/Pdt.G/2021/PN Ktb
Permasalahan ini memang berlangsung lama, sempat dimediasi dipolres oleh Abdul Jalil, SIK selaku Kasat Reskrim Polres Kotabaru yang pada intinya antara Penggugat (Nurul Huda) dan Tergugat (Tri Widodo) membuat kesepakatan siap menyelesaikan dengan kepala dingin berdasarkan asas kekeluargaan, musyawarah, mufakat, pihak Penggugat juga bersedia di Ganti Rugi dengan Harga yang Pantas dan Wajar sudah termasuk tanam tumbuh dan lainnya, kedua belah pihak juga bersepakat menjaga situasi kondusif dan turun kelapangan, namun hal demikian di abaikan oleh Tergugat sendiri, anehnya setelah perkara berlanjut di Pengadilan dan putusan pihak Tergugat merusak pagar Penggugat di dampingi Aparat kepolisian Polsek Kelumpang Hilir dengan alasan Pihak Tergugat Menang, selanjutnya lahan dipagar kembali oleh Ahli Waris dan dicabut lagi, kemudian lahan pagar lagi oleh Ahli Waris didampingi Kumdatus pada kamis (05/05), namun hari ini pihak Kepolisian yang dipimpin Abdul Jalil malah utama yang mencabut dan merusak pagar yang diklaim Nurul Huda serta keluarganya.
Ditempat terpisah seorang ahli pidana dari universitas Bhayangkara Jakarta Raya Dr. Dwi Seno Wijanarko,S.H.,M.H.,CPCLE.,CPA saat di mintai pendapat hukum nya oleh pewarta melalui via telp menyayangkan sikap dari Kasat Reskrim Polres Kota Baru.
" Dapat saya jelaskan, pada esensinya bukan kapasitas kepolisian untuk menentukan bahwa obyek tanah tersebut milik siapa, baik milik negara atau perorangan, sepanjang ada pihak yang dirugikan atau ada upaya hukum dari para pihak yang perkaranya belum berkekuatan hukum tetap, maka kalau perkaranya belum Inkrah dan para pihak masih melakukan upaya hukum, seharusnya Kepolisian harus menghargai dan menghormati proses hukum itu sebagai wujud kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan, jadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap lah yang mempunyai Kapasitas untuk menentukan bahwa obyek tanah tersebut milik siapa bukan kepolisian yang menentukan, jangan salah kaprah " jelas Dr.Seno
Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya itu juga menjelaskan "Aparat Kepolisian seharusnya menjadi pengayom masyarakat dan di pihak yang netral dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta Etika Profesi Kepolisian, hal itu sebagai hal yang sangat fundamental dan penting dan besar pengaruhnya terhadap baik- buruknya pelaksanaan tindakan Kepolisian, bukan justru sebaliknya" ungkap Dr. Seno.
Dr.Seno menambahkan tindakan Kepolisian Kota Baru merusak, merobohkan serta mencabut Pagar pembatas tanah yang klaim milik pihak yang dirugikan (Sdr.Nurul Huda), dimana pengrusakan tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang tepat, tindakan itu justru menyalahi aturan dan melampaui kewenangan" tutup Dr. Seno.
(Red)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar