Jakarta, WartaHukum.com - Raja Sapta Oktohari dikenal orang-orang sebagai pejabat NOC mewakili Indonesia di bidang olahraga. Dia juga adalah mantan ketum HIPMI dan anak dari Ketum Hanura Oesman Sapta Oedang. Kebanyakan orang mengenal Raja Sapta Oktohari sebagai orang terpandang dan terpelajar.
Di mata para Korban Mahkota hal tersebut berbanding terbalik. Diketahui Raja Sapta Oktohari menjabat sebagai Direktur Utama PT Mahkota Properti Indo Permata dan Mahkota Properti Indo Senayan, dimana perusahaan tersebut mengeruk kurang lebih 6.7 Triliun uang para korbannya. Raja Sapta Oktohari seperti ditampilkan dalam link Youtube LQ Indonesia Lawfirm:
https://youtu.be/4n0Q6p3mGfw
Mengajak para korban untuk menaruh uang mereka ke Mahkota, "Jika dulu kalian menerima bunga, maka saya Raja Sapta Oktohari mengajak bapak ibu sekalian untuk mengambil bagian dari perusahaan yang awal 50 Milyar menjadi Triliunan dan menikmati dividen" ujar Raja Sapta Oktohari dengan senyum menebar janji.
Sayang janji tinggal janji, jangankan dapat dividen, modal pun tidak dikembalikan oleh Raja Sapta Oktohari kepada para korban. Ditempuhlah jalur PKPU agar Mahkota mendapatkan legitimasi untuk menghindari pembayaran hutang. PKPU hanyalah modus karena tidak adanya itikat baik dari Para Kriminal untuk membayar kerugian. Dalam perjanjian homologasi, dalam pasal 9.8 disematkan klausa bahwa "peristiwa wanprestasi hanyalah berdasarkan kegagalan perseroan, melunasi kewajiban, setelah tanggal pelunasan akhir." Disinilah memberikan luang bagi Mahkota untuk tidak membayarkan dan tidak dapat dituntut sebagai wanprestasi.
"Modus demi modus dilancarkan oleh Mahkota untuk menghindari tanggung jawab. Setelah berhasil merampok duit para korban, Mahkota menghindari kewajiban melalui PKPU dan terakhir mereka pancarkan ancmaan dan intimidasi kepada korban yang berani bicara dan menentang." Ujar Sugi selaku Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm.
Alwi salah satu korban Mahkota yang sudah digugat Raja Sapta Oktohari karena bercerita tentang kerugiannya di gugat 200 Milyar di Pengadilan Negeri Tangerang. Namun, gugatan itu di cabut oleh Natalia Rusli karena Natalia Rusli takut setelah menjadi Tersangka di Polres Jakarta Barat.
"Raja Sapta Oktohari kemudian mengunakan Ormas sebagai kuasa hukumnya. Lihat bagaimana Seorang Raja Sapta Oktohari sampai mengunakan ormas untuk menakuti saya selaku korbannya yang sudah di rugikan 2 Milyar rupiah. Tapi saya tidak takut justru ini membuktikan bahwa Raja Sapta Oktohari takut jika semua korban bersatu makanya, di takut-takuti dengan ancaman ITE. Seharusnya Pemerintah melihat dan memperhatikan hal ini, bagaimana para korban investasi bodong yang sudah ditipu sekarang diintimidasi dan ditakut-takuti. Dimana Pemerintah saat ini melindungi warganya?"
Alwi menghimbau agar seluruh korban mau bersatu, lawan kedzaliman dan lawan kejahatan. Jika pemerintah lalai, maka kita sebagai masyarakat harus berjuang dan melawan balik.
"LQ Indonesia Lawfirm siap membantu perjuangan kita para korban Skema Ponzi Raja Okto. Mari semua korban di tiap daerah buat laporan pidana dan ajukan pembatalan Homologasi ke Pengadilan Niaga. Buat surat kepada Ketua MA dan Presiden bahwa para korban di tindas dengan Putusan Homologasi yang merugikan dengan memanfaatkan ketidakpahaman korban atas hukum agar Putusan Homologasi dibatalkan. Sudah saatnya seluruh korban Mahkota bersatu. Media akan mengawal perjuangan kita." Ucap Alwi dengan semangat.
LQ Indonesia Lawfirm menghimbau agar para korban berani melapor ke kepolisian dan melakukan langkah hukum. "Apalagi adanya upaya mengimingi dengan 2.5juta cicilan PKPU disuruh kehilangan hak menuntut secara pidana dan perdata adalah bentuk itikat tidak baik yang memperkuat tipu daya memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat awam akan hukum."
Sumber : (Press release LQ Indonesia LawFirm, Sabtu 21 Mei 2022)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar