Serang, WartaHukum.com - Aktivis Buruh PPMI Banten (Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia) wilayah Banten, Amalia mengatakan dengan tegas, Kamis (16/3/2023). Bahwa;
"Siapapun tidak berhak menghalang halangi pembentukan serikat pekerja karena sudah jelas, dasarnya Telah tertuang dalam UU no 21 TAHUN 2000 tentang serikat pekerja atau serikat buruh, Management HRD, atau siapapun dilarang untuk menghalang-halangi pekerja untuk membentuk atau tidak membentuk serikat pekerja, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota pekerja, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus serikat pekerja, dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja dengan cara, kalau memang terindikasi mempersulit atau menghalang halangi, pembentukan serikat pekerja dari organisasi kami yaitu PPMI persaudaraan pekerja muslim Indonesia, kami selaku pengurus akan tempuh jalur hukum dan akan kawal proses hukumnya, sebagai mana dimaksud menghalang halangi pembentukan serikat pekerja sebagai berikut ;
1. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara,
2. Menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
3. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
4. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
5. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Dengan demikian, apakah boleh menghalangi pembentukan serikat pekerja? Berdasarkan ketentuan di atas, telah secara jelas menyebutkan siapapun tidak boleh menghalangi ataupun melakukan intimidasi terhadap pekerja yang hendak membentuk serikat pekerja baik pemerintah maupun perusahaan, Pemerintah hanya melakukan pencatatan melalui Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, sedangkan perusahaan tidak ada hak nya untuk menghalangi berdirinya Serikat Buruh, ucapnya.
Masih dengan Amalia aktivis buruh PPMI yang kerap dipanggil Akmal, Saya terangkan Kembali bunyi pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh itu sudah jelas ada Ketentuan Pidana Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan, papar Amalia.
" Dalam hal pembentukan atau pendirian serikat pekerja atau buruh sudah jelas tidak ada siapapun yang menghalangi pembentukan serikat, Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan amanah Undang-Undang Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, tutupnya.
(Red)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar