Jakarta, WartaHukum.com - LQ Indonesia Lawfirm memberikan tanggapan atas pernyataan bapak Eros Djarot yang mengingatkan bahwa Indonesia krisis moralitas dalam podcastnya. "Akhirnya semua masyarakat bisa merasakan bagaimana krisis moralitas aparat penegak Hukum dan pejabat pemerintahan sudah makin rusak dan jauh dari nilai pancasila. Bayangkan Ferdi Sambo Jenderal Polisi bintang dua adalah pembunuh, Teddy Minahasa Jenderal Polisi bintang dua adalah bandar narkoba dan Jaksa Agung juga gunakan 3 KTP dengan data yang berbeda dan diduga palsu. Bahkan pejabat pajak disinyalir mengunakan uang keringat masyarakat untuk beli Rubicon dan Harley. Dimana moralitas para pejabat pemerintah Indonesia?" Ucap Advokat Bambang Hartono, SH, MH, Kadiv Humas LQ Indonesia Lawfirm.
Verawati salah satu korban Masyarakat mengeluhkan bagaimana Kapolda Metro Jaya tidak berkutik menangkap Seorang DPO Natalia Rusli, sejak Desember 2022. "576.000 personel POLRI tidak mampu menahan seorang DPO Natalia Rusli, padahal Polres yang sama dalam waktu singkat mampu meringkus Ajudan Pribadi. Menurut opini saya bukan tidak mampu, tapi tidak ada kemauan dan moralitas para petugas POLRI untuk menjalankan tugasnya. Saya kecewa, harapan saya bahwa Institusi Polri bisa profesional dan melayani masyarakat ternyata jauh dari harapan saya."
Alwi Susanto, korban Masyarakat yang membuat Laporan Polisi di Polda Metro Jaya sejak 2020 juga menyampaikan kekecewaan atas kinerja Polri. "3 tahun saya melaporkan Raja Sapta Oktohari (RSO) yang mana uang saya 2 Milyar tidak dikembalikan RSO, malah saya digugat balik 450 Milyar oleh RSO. Sudah gila ini moralitas, dimana Korban malah ditindas balik dan tidak mendapat perlindungan pemerintah. Kepada siapa dan bagaimanakah saya bisa meminta keadilan ketika kepolisian tidak bisa lagi menegakkan keadilan?"
LQ Indonesia Lawfirm menyoroti perubahan fenomena yang terjadi di kepolisian "Sangat sulit meminta aparat kepolisian untuk menjalankan tugas menangkap penjahat. Kapolda Metro Jaya saja takut menangkap Raja Sapta Oktohari dan pengacaranya Natalia Rusli yang sudah jadi Tersangka dan DPO. Jelas dan terang, Natalia Rusli melecehkan kepolisian dengan tidak kooperatif dan menolak hadir pemeriksaan polisi. Namun, dimana Marwah Kapolda Metro Jaya, bukannya menangkap Natalia Rusli malah takut dan kabur dari tugasnya sebagai Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya. Malu saya, melihat seorang jenderal Polisi bintang dua dipecundangi oleh seorang wanita muda Natalia Rusli. Berarti benar kata Alvin Lim ketua kami, bahwa Natalia Rusli lah Kapolri sebenernya bukan Listyo Sigit. Bagaimana Polri mau di hormati masyarakat jika moralitasnya krisis seperti ini?"
Natalia Rusli sebelumnya pernah menyampaikan di media, "Polisi itu bisa di beli, di bayar untuk dijadikan alat semau kita. Kenapa saya harus takut kepada pihak kepolisian, bayar aja beres perkara?" Ujar Natalia Rusli dan anaknya Dylan Nathaniel ketika membocorkan jalannya gelar perkara di Irwasda Polda Metro Jaya. Natalia Rusli dalam fotonya menunjukkan kedekatannya dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sehingga dirinya walau sudah DPO dan menjadi Tersangka kasus penipuan dan penggelapan puluhan Milyar lawyer fee korbannya, namun tidak ditangkap. Bahkan disinyalir dari bukti video beredar, Natalia Rusli tinggal dengan nyaman di salah satu rumah milik RSO dengan kelima anaknya.
https://youtu.be/pIoBR4LrypQ
Saat ini diketahui Natalia Rusli menjadi teman intim Tersangka Koperasi Pracico, Teddy Agustiansyah, dan menerima aliran dana dan aset ratusan Milyar dari Tersangka Koperasi Pracico antara lain kapal Timah dan tanah di Bali serta mobil Alphard B1 MTG yang diperoleh dari pencucian uang kasus Koperasi Pracico. "Keduanya sudah jadi tersangka di kepolisian, namun kepolisian enggan menjalankan tugasnya menahan tersangka. Di jadikan Tersangka agar bisa jadi ATM Berjalan dan didiamkan seoama masih bisa kluar uang setoran. Krisis moralitas terlihat nyata."
Sumber : (Pers Release LQ Indonesia Lawfirm, Jakarta 18 Maret 2023)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar