Jakarta, WartaHukum.com - Raja Sapta Oktohari (RSO) dikenal sebagai mantan ketua HIPMI dan sekarang menjabat sebagai Ketua Komite Olimpiade Indonesia, dikenal dengan panggilan Okto. Okto adalah anak dari Oesman Sapta Odang, Ketua umum partai Hanura. RSO awalnya mempunyai karir cemerlang sebagai pejabat negara mengingat posisi ayahnya sebagai Ketum Partai. Namun, karirnya terpaksa hancur karena terlibat skandal PT MPIP dan OSO Sekuritas dengan kerugian 7.5 Triliun dengan korban kurang lebih 7000 orang.
Awalnya RSO di gadang-gadang menjadi Menpora karena jabatannya sebagai Ketua KOI, "Namun Jokowi mendengar kiprah negatif RSO dalam skema ponsi sehingga RSO harus hilang kesempatan menjadi Menpora. Kami memprediksi karir RSO akan makin jeblok kedepannya karena media online dan media sosial gencar membongkar borok busuk RSO dalam kasus Mahkota," ujar Kadiv Humas LQ Indonesia Lawfirm.
"RSO salah prediksi dan sesumbar, kiprahnya dalam menolak membayar kewajiban para investornya akan mengakibatkan rusaknya citra dan reputasi RSO dan rusaknya bisnis dia. Semua akibat ulahnya sendiri. Dengan tidak membayar kewajibannya maka para korban berhak dan akan selalu berteriak sehingga pemerintah tidak mungkin akan memilih pejabat yang berisik atau "noisy". Bisa dibilang karir RSO berakhir sudah. Menurut saya pribadi ini adalah sebuah kebodohan dimana uang sesaat merusak masa depannya," ucap Advokat Bambang Hartono dengan tersenyum.
LQ Indonesia Lawfirm sebagai firma hukum yang paling aktif berteriak, tidak akan stop berjuang dan menyuarakan sebagaimana semboyan "No Viral, No Justice". "Akibatnya adalah Sosial Punishment akan berjalan, RSO bisa saja kebal hukum terhadap oknum POLRI yang tidak berani menghadapi penjahat kerah putih, tapi masyarakat akan menghakimi dan berakibat rusaknya citra dan reputasi RSO seumur hidupnya," ujar Bambang.
"Disaat penjahat kerah putih berpikir mereka menang dan kebal hukum, mereka lupa disaat sesumbar mereka bagaikan berdiri diatas batu karang yang licin, setiap saat bisa jatuh. Camkan kata-kata saya RSO akan jatuh lebih keras dan lebih sakit jika tetap ngotot tidak membayar kewajibannya kepada para korbannya. Dunia berputar dan karir politiknya akan jatuh, kekuasaan ayahnya juga ada batas waktunya. Saat kekuasaannya berakhir, maka amarah korbannya dan masyarakat akan terlambat baginya untuk berubah," tutup Bambang.
Sumber : (Pers Release: LQ Indonesia Lawfirm, Jakarta 9 Mei 2023)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar