Jakarta, WartaHukum.com - Kepemilikan saham perusahaan tambang dapat berubah hanya dalam waktu sekejap lewat modus yang mencengangkan. Modus yang digunakan yakni modus pailit untuk membegal saham perusahaan tambang.
Adapun instansi atau lembaga negara yang diduga kuat membantu "kongkalikong" pembegalan saham tambang tersebut yaitu di Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU). Mereka menyulap kepemilikan saham perusahaan tambang agar berpindah tangan.
Praktek pembegalan saham tambang dengan modus mempailitkan saham tersebut seperti yang diungkapkan Pengacara senior Kamarudin Simanjuntak dalam Podcast Quotient TV milik Alvin Lim pada Kamis (29/2/2024).
Pada kesempatan itu Kamarudin mengungkapkan bahwa ada perusahaan tambang di Kalimantan Selatan yang dibegal dengan modus mempailitkan saham.
"Di Kalimantan Selatan banyak peserta yang melakukan apa namanya illegal minning dengan modus sahamnya 1% kurang lebih dipailitkan. 99 persen itu sahamnya itu tidak pailit. Tapi Soedeson Tandra (Kurator) itu mempailitkan. Kemudian atas saham 1% ini orang lain bisa masuk di situ. Kemudian dia bisa jual juga. Dia bisa tutup buka tutup juga di Kementerian hukum HAM demikian juga Dirjen mineral. Perusahaan ini sekarang sudah berpindah tangan sedangkan yang mayoritas 99% ini teriak-teriak tapi tidak didengar. Sedangkan yang 1% ini sudah pindah tangan melalui RUPS tiga kali gitu," ungkap Kamaruddin mengawali bincang-bincang bersama pengacara Alvin Lim.
Alvin kemudian menanyakan perihal kasus begal tambang di Kalimantan Selatan, apakah hal itu terkait juga dengan mafia tambang yang selalu menggunakan undang-undang kepailitan.
"Undang-undang kepailitan ini kan dalam tanda petik bisa juga kita bilang ini merampok uang rakyat atau merampok perusahaan. Nah ini juga disponsori oleh apa namanya itu kurator yang nakal. Sebagai contoh ini sahamnya 99% bisa dipailitkan dengan yang 1% tadi. Walaupun statusnya di Kementerian Hukum dan HAM adalah perusahaan ini katakanlah ditutup tapi bisa orang-orang ini masuk gitu loh kemudian bisa juga Dirjen Mineral sampai dengan tiga kali apa perubahan apa namanya itu RUPS juga bisa tapi kalau orang yang punya kepentingan ini yang 99% ini jangankan membuka, mengakses saja tidak bisa di Kementerian Hukum HAM," jelas Kamarudin.
Lalu Alvin menyinggung soal ditetapkannya Wakil Menkumham, Eddy, sebagai tersangka terkait modus pailit saham tersebut.
"Memang ada dugaan kesitu bahwa beliau itu adalah pemainnya salah satu diduga ya. Karena sistem buka tutup. Nah jadi karena ini perusahaan dibuka dan ditutup. Tapi perubahan-perubahan itu terus terjadi salah satu pemain yang utama ini adalah (mantan) Mayor Jenderal tadinya Komisaris di perusahaan ini," beber Kamarudin.
Alvin lalu menanyakan kembali soal adanya kerjasama dari orang dalam di PT tersebut dengan oknum-oknum pejabat.
"Sebenarnya orang ini sudah di PHK, dalam tanda petik sudah tidak dipakai. Kemudian saya dengar juga belakangan ini perusahaan menjadi tidak pailit setelah mereka ambil alih dan sudah hidup kembali tapi tidak pailit tapi celakanya perusahan ini apa tidak pailit tetapi tidak kembali kepada pemegang saham gitu loh. Jadi dialihkan kepada pihak ketiga gitu," lanjut Kamarudin.
Lebih lanjut Kamarudin menjelaskan adanya pihak yang sengaja merubah kepemilikan saham lewat tangan kurator nakal.
"Pemegang sahamnya itu menjadi berubah tapi di sini ada peran daripada pemegang saham apa namanya
Soedeson Tandra, kurator dan kawan-kawan ini yang yang melakukan perubahan,"
"Mereka masuk ke situ bahkan kantornya orang ini (klien saya) juga dibobol gitu. Tapi kemudian menjadi tidak pailit, tetapi sudah berubah semua pemilikan sahamnya," imbuhnya.
Terkait adanya modus pailit saham untuk membegal perusahaan tambang, Kamarudin mengaku sudah melakukan upaya hukum.
"Langkah-langkah yang akan kita lakukan ada yaitu memproses secara hukum pidana. Karena menurut saya ini pidana. Bagaimana hanya saham 1% di perusahaan anak itu tapi bisa mengambil sampai perusahaan induk.
(Ag)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar